Kebebasan Bertanggung Jawab
Baik bagi anak-anak atau orang dewasa, kebebasan itu mirip seperti pisau. Bisa sangat berguna bagi perkembangannya, tetapi bisa juga sangat membahayakan. Ini tergantung porsinya dan tergantung pada konteks penggunaannya.
Kebebasan yang diberikan secara berlebihan akan menjadi pembiaran. Bahkan jika diteruskan, akan membuat anak tidak menyadari adanya batas-batas yang perlu dijaga sehingga menjadi semaunya sendiri.
Tapi, tidak berarti kalau kebebasan itu diberikan dalam porsi sedikit lantas membuat anak menjadi baik. Jika porsinya sudah sampai pada level yang terlalu mengekang atau membatasi, entah untuk alasan kasih sayang atau apapun, jadinya juga kurang mendukung kemajuannya.
Kurang memberi kebebasan dapat mendorong anak untuk membangun rasa malu atau menjadi pemalu. Misalnya kita terlalu sering mengkoreksi penampilannya. Inisiatif anak untuk menampilkan dirinya secara murni terhalang oleh koreksi kita. Kurang kebebasan juga dapat mendorong anak membangun keragu-raguan dalam bertindak sehingga keputusannya kurang kuat atau mudah terpengaruh.
Kurang kebebasan juga dapat memasung kreatifnya. Anak menjadi penunggu inisiatif orangtua karena tidak terlatih berkreasi. Misalnya, kita selalu menuntut anak harus mengikuti seluruh saran kita, tanpa memberi kebebasan memilih untuk hal-hal yang memang dituntut harus kreatif.
Anak juga sangat mungkin kurang percaya diri untuk menjadi dirinya sendiri ketika kebebasannya terus direbut orangtua untuk mendominasi dirinya. Modal untuk percaya diri adalah melakukan sesuatu dengan bebas yang resikonya pasti ada salah atau kurang.
Agar kebebasan itu tidak menjadi malapetaka bagi anak, yang perlu kita lakukan adalah mendampinginya dengan nilai-nilai ajaran yang membimbing, latihan bertanggung jawab melalui disiplin atau penugasan, memberikan pilihan untuk melatih pikirannya mempertimbangkan resiko tindakan.
Harus kita sadari bahwa memberi kebebasan yang mendidik itu tidak mudah. Kalau sekedar memberi kebebasan, itu bisa dilakukan oleh semua orang. Karena itu, tetap butuh kemampuan memahami tahap kematangan dan kesiapan anak.
Langganan:
Postingan (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar